Sabtu, 18 November 2017

Lagu NDX AKA Familia


Band yang didirikan pada tahun 2011 ini telah menjadi idaman untuk remaja-remaja indonesia khususnya jawa, karena lagu-lagunya yang nyleneh namun penuh makna. Berikut beberapa lagu yang bisa kalian download untuk didengarkan:
  1. Aku Ra Nikung
  2. Antara Benci dan Rindu
  3. Curhatan Hati
  4. Janur Garing
  5. Kelangan
  6. Kelingan Mantan
  7. Kesandung Masa Lalu
  8. Korban Katresnan
  9. Loro Ati
  10. Move On
  11. Nyekso Batin
  12. Remukan Ati
  13. TTM
  14. Dear Mantan Masa Lalu
  15. Ditinggal Rabi
  16. Hanya Sebatas Mimpi
Selamat mendengarkan..... :)

Kamis, 16 November 2017

Makalah Hukum Pidana

BAB I
PENDAHULUAN

A.  LATAR BELAKANG
Hukum pidana atau fiqih jinayah merupakan bagian dari syari’at islam yang berlaku semenjak diutusnya Rosululloh SAW. Oleh karenanya pada zaman Rosululloh dan Khulafaur Rosyidin, hukum pidana islam berlaku sebagai hukum publik. Yaitu hukum yang ditetapkan oleh pemerintah selaku penguasa yang sah atau ulil amri. Hukum pidana menurut syari’at islam merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam kehidupan setiap muslim dimanapun ia berada. Syari’at islam merupakan hukum yang harus dilaksanakan oleh tiap muslim, karena syari’at islam merupakan bagian ibadah kepada Alloh SWT. Namun dalam kenyataannya, masih banyak umat islam yang belum tahu dan paham tentang apa dan bagaimana hukum pidana islam itu, serta bagaimana ketentuan-ketentuan hukum tersebut disikapi dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

B.  RUMUSAN MASALAH
Pada kesempatan ini pemakalah akan mencoba menjelaskan tentang beberapa hal yang berkaitan dengan hukum perdata atau fiqih jinayah, antara lain yaitu:
1.      Apa itu pengertian hukum pidana islam?
2.       Apa atau bagaimana ruang lingkup hukum pidana islam?
3.      Apa sumber – sumber hukum pidana islam?



BAB II
PEMBAHASAN

A.  Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Pidana Islam
Pengertian hukum pidana islam diartikan dari terjemahan kata fiqh jinayah. Menurut fuqoha sebagai mana yang dikemuakan oleh  abdul qodir audah adalah:
فالجناية اسم لفعل محرم شرعا، سواء وقع الفعل علي نفس او مال اوغير ذالك
Jinayah adalah suatu istilah untuk perbuatan yang dilarang oleh syara’, baik perbuatan tersebut mengenai jiwa, harta dan lainnya[1].
Pengertian hukum pidana islam adalah segala ketentuan hukum mengenai tindak pidana atau perbuatan kriminal yang dilakukan oleh orang-orang mukallaf (orang yang dapat dibebani kewajiban), sebagai hasil dari suatu pemahaman dalil-dalil hukum yang terperinci dari Al Qur’an dan hadits[2]. Tindakan kriminal yang dimaksud dalam hukum pidana islam ialah tindakan-tindakan kejahatan yang mengganggu ketentraman umum serta tindakan melawan peraturan perundang-undangan yang bersumber dari alquran dan hadis.
Pengertian hukum pidana islam merupakan syariat Allah yang mengandung kemaslahatan bagi kehidupan manusia baik di dunia maupun akhirat[3]. Syariat islam yang dimaksud, secara materil mengandung kewajiban asas bagi setiap manusia untuk melaksanakannya. Konsep kewajiban asasi syariat, yang berarti menempatkan Allah sebagai pemegang dari segala hak, baik itu yang ada pada diri sendiri maupun yang ada pada diri orang lain. Setiap orang hanya pelaksana dari kewajiban yang diperintahkan Allah. Perintah Allah yang dimaksud, harus diamalkan untuk kemaslahatan dirinya dan orang lain.
B.  Sumber – Sumber Hukum Pidana Islam
Hukum Pidana Islam adalah bagian dari hukum Islam. Jumurul fuqaha’ sudah sepakat sumber-sumber hukum islam pada umumnya ada 4,yakni al-Qur’an, hadits, Ijmak, Qiyas dan hukum tersebut wajib diikuti.apabila tidak terdapat hukum suatu peritiwa dalam Al-Qur’an baru di cari dalam hadist dan seterusnya prosesnya seperti itu dalam mencari hukum. Adapun masih ada beberapa sumber yang lain tetapi masih banyak diperselisikan tentang mengikat dan tidaknya, seperti: Ikhtisan, Ijtihad, Maslahat Mursalah, Urf, Sadduz zari’ah, maka hukum pidana Islam pun bersumber dari sumber-sumber tersebut[4].
Tetapi pada umumnya bagi hukum pidana Islam formil, maka kesemua sumber diatas bisa dipakai, sedangkan untuk hukum Pidana Islam materiil, hanya 4 sumber sudah disepakati, sedangkan Qiyas masih diperselisihkan.
Dan di sini akan dibahas 4 sumber yang telah disepakati:
1.    Al Qur’an
Al-Qur’an adalah sumber hukum ajaran islam yang pertama yang memuat kumpulan beberapa wahyu yang telah diturunkan kepada nabi Muhammad Saw. Diantaranya kandungan isinya ialah peraturan kehidupan manusia dalam hubungannya dengan Allah, dengan dirinya sendiri, sesama manusia dan hubungannya dengan alam beserta makhluk lainnya[5]. Sebagaian besar umat islam sepakat menetapkan sumber ajaran islam adalah Al-qur’an, As-sunnah dan ijtihad kesepakatan itu tidak semata-mata didasarkan kemauan bersama tapi kepada dasar-dasar normatif yang berasal dari Al-qur’an dan al-sunnah sendiri, seperti yang disebutkan  dalam al-Qur’an. Surat An-Nisa’: 105
!$¯RÎ) !$uZø9tRr& y7øs9Î) |=»tGÅ3ø9$# Èd,ysø9$$Î/ zNä3óstGÏ9 tû÷üt/ Ĩ$¨Z9$# !$oÿÏ3 y71ur& ª!$# 4 Ÿwur `ä3s? tûüÏZͬ!$yù=Ïj9 $VJÅÁyz ÇÊÉÎÈ
Artinya: Sesungguhnya Kami telah menurunkan kitab kepadamu dengan membawa kebenaran, supaya kamu mengadili antara manusia dengan apa yang telah Allah wahyukan kepadamu, dan janganlah kamu menjadi penantang (orang yang tidak bersalah), karena (membela) orang-orang yang khianat. (QS. An – Nisa: 105)
Terdapat argumentasi yang kuat bahwa keseluruhan al-Qur’an (ayat al-Qur’an) adalah mutasyabih, dan al-Qur’an adalah nyata (haq) sebagaimana yang dijelaskan dalam surat Yunus: 36,
$tBur ßìÎ7­Gtƒ óOèdçŽsYø.r& žwÎ) $Zsß 4 ¨bÎ) £`©à9$# Ÿw ÓÍ_øóムz`ÏB Èd,ptø:$# $º«øx© 4 ¨bÎ) ©!$# 7LìÎ=tæ $yJÎ/ tbqè=yèøÿtƒ ÇÌÏÈ  
Artinya: Dan kebanyakan mereka tidak mengikuti kecuali persangkaan saja. Sesungguhnya persangkaan itu tidak sedikitpun berguna untuk mencapai kebenaran. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka kerjakan.(QS. Yunus:36)
Contoh hukum pidana islam di al Qur’an:
Q.S. An-Nur: 4
tûïÏ%©!$#ur tbqãBötƒ ÏM»oY|ÁósßJø9$# §NèO óOs9 (#qè?ù'tƒ Ïpyèt/ör'Î/ uä!#ypkà­ óOèdrßÎ=ô_$$sù tûüÏZ»uKrO Zot$ù#y_ Ÿwur (#qè=t7ø)s? öNçlm; ¸oy»pky­ #Yt/r& 4 y7Í´¯»s9'ré&ur ãNèd tbqà)Å¡»xÿø9$# ÇÍÈ  
Artinya :“Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik (berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, Maka deralah mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali dera, dan janganlah kamu terima kesaksian mereka buat selama-lamanya. dan mereka Itulah orang-orang yang fasik.”
Q.S. Al-Maidah: 38
ä-Í$¡¡9$#ur èps%Í$¡¡9$#ur (#þqãèsÜø%$$sù $yJßgtƒÏ÷ƒr& Lä!#ty_ $yJÎ/ $t7|¡x. Wx»s3tR z`ÏiB «!$# 3 ª!$#ur îƒÍtã ÒOŠÅ3ym ÇÌÑÈ  
Artinya :“Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”
2.      Al Sunah
Sunnah secara bahasa berarti ' cara yang dibiasakan' atau ' cara yang terpuji. Sunnah lebih umum disebut hadits, yang mempunyai beberapa arti: = dekat, baru, berita. Dari arti-arti di atas maka yang sesuai untuk pembahasan ini adalah hadits  dalam arti khabar. Secara Istilah menurut ulama ushul fiqh :
Semua yang bersumber dari Nabi saw. selain Alqur'an baik berupa perkataan, perbuatan atau persetujuan.
Al-sunnah / Hadits  merupakan sumber hukum ajran islam yang kedua, karena hal-hal yang di ungkapkan dalam Al Qur’an bersifat umum atau memerlukan penjelsan,maka nabi Muhammad Saw menjelaskan melalui Hadist. Adapun yang dimaksud dengan sunnah adalah segala sesuatu yang datang dari nabi baik berupa perkataan, perbuatan atau taqrir yang bisa dijadikan sebagai dasar penetapan hukum syara’. Fungsi dari As- sunnah sendiri adalah untuk menafsirkan menjelaskan ayat Al-Qur’an. Ayat-ayat Al-Qur’an yang hanya menjelaskan dasar-dasar permasalahan sesuatu, maka hadist berfungsi untuk menjelaskan.
Sejauh hipotesis kita memperlihatkan bahwa ajaran dari sunnah adalah mempersatukan kekuatan dalam komunitas yang lebih dahulu mendahului ijma’ meskipun istilah ijma’ secara berulang-ulang di pakai dalam kepustakaan Islam yang lebih utama pada abad ke 1 dan ke 2, yang tidak bersifat teknis dan pengertiannya bersifat semi teknis ini tidak membawa pada kekuatan yang sama dari hak untuk bertindak sebagai istilah pemakaian sunnah.
Hal ini dikarenakan ada 2 alasan.
1. Sunnah adalah konsep yang disusun secara mudah dalam masyarakat Arab sebelum Islam.
2. Kembali kepada al-Qur’an yang telah dipakai sebagai sandaran.
Al-Hadits/As-Sunnah ditetapkan sebagai sumber hukum Islam sebagaimana hadits nabi.
تركت فيكم أسرين لن تضلوا ما إن تمسكتم بهما كتاب الله وسنة رسوله
“Aku tinggalkan kepadamu dua perkara yang kalian tidak akan tersesat selamanya apabila berpegang dengan ke dua hal tersebut yaitu al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah (HR. Malik).
Q.S. al-Hasyr: 7
!$¨B uä!$sùr& ª!$# 4n?tã ¾Ï&Î!qßu ô`ÏB È@÷dr& 3tà)ø9$# ¬Tsù ÉAqߧ=Ï9ur Ï%Î!ur 4n1öà)ø9$# 4yJ»tGuŠø9$#ur ÈûüÅ3»|¡yJø9$#ur Èûøó$#ur È@Î6¡¡9$# ös1 Ÿw tbqä3tƒ P's!rߊ tû÷üt/ Ïä!$uŠÏYøîF{$# öNä3ZÏB 4 !$tBur ãNä39s?#uä ãAqߧ9$# çnräãsù $tBur öNä39pktX çm÷Ytã (#qßgtFR$$sù 4 (#qà)¨?$#ur ©!$# ( ¨bÎ) ©!$# ߃Ïx© É>$s)Ïèø9$# ÇÐÈ  
Artinya: “Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya yang berasal dari penduduk kota-kota maka adalah untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah; dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya”.
3.        Ijma’
Menurut bahasa Ijma’ mempunyai 2 arti yaitu  Kesepakatan, seperti firman Allah:
فَاَجْمِعُوا اَمْرَكُمْ وَشُرَكاَء كُم.........
Artinya: …. Karena itu bulatkanlah keputusan dari (kumpulkanlah) sekutu-sekutunya….”. (QS. Yunus: 71)
Sabda nabi:
لاَصِياَمَ لِمَنْ لَمْ يُجْمِعِ الصِياَمَ مِنَ الليْلِ
Artinya: Tidak syah puasa seseorang yang tidak membulatkan niat puasanya pada malam harinya

 Syarat-syarat terwujudnya Ijma’ (menurut jumhur ulama):
1.      Bersepakatan para mujtahid, kesepakatan bukan mujtahid (orang awam) tidak diakui sebagai ijma’
2.      Bahwa para mujtahid harus sepakat, tidak seorang pun berpendapat lain.
4.        Qiyas
A.  Pengertian Qiyas
Qiyas dalam bahasa Arab berasal dari kata “qasa, yaqisu, qaisan” artinya mengukur, menyamakan dan ukuran. Secara etimologi qiyas berarti pengukuran sesuatu dengan yang lainnya atau penyamaan sesuatu dengan sejenisnya[6]. Qiyas menurut berarti, membandingkan atau mengukur, seperti menyamakan si A dengan si B, karena kedua orang itu mempunyai tinggi yang sama, bentuk tubuh yang sama, wajah yang sama dan sebagainya. Qiyas juga berarti mengukur, seperti mengukur tanah dengan meter atau alat pengukur yang lain. Demikian pula membandingkan sesuatu dengan yang lain dengan mencari persamaan-persamaannya.
Sedangkan menurut ulama’ ushul fiqih qiyas berarti
والقياس هو ما طلب الدلائل الموافقة على خبر المتقدم من الكتاب والسنة

“Qiyas adalah metode berfikir untuk menemukan petunjuk makna yang sesuai dengan khabar yang sudah ada dalam al-Qur’an dan sunnah”.

 menetapkan hukum suatu kejadian atau peristiwa yang tidak ada dasar nashnya dengan cara membandingkannya kepada suatu kejadian atau peristiwa yang lain yang telah ditetapkan hukumnya berdasarkan nash karena ada persamaan illat antara kedua kejadian atau peristiwa itu[7].
Jadi qiyas merupakan mashodirul ahkam yang keempat setelah Al-Qur’an, As-Sunnah dan ijma’. Yakni cara mengishtinbatkan suatu hukum dengan cara menganalogikan antara dua hal yang memiliki kesamaan illat tetapi yang satu belum ada ketentuan hukumnya dalam nash.
Adapun cara mengoperasionalkan qiyas ini yakni dimulai dengan mengeluarkan hukum yang ada pada kasus yang disebutkan dalam nash, setelah itu kita teliti illatnya. Selanjutnya kita cari dan teliti illat yang ada pada kasus yang tidak disebutkan dalam nash, sama ataukah tidak. Jika sudah diyakini bahwa illat yang ada dalam kedua kasus tersebut ternyata sama maka kita menggunakan ketentuan hukum pada kedua kasus itu berdasarkan  keadaan illat.
Pandangan ulama mengenai qiyas ini terbagi menjadi tiga kelompok:
1.    Kelompok jumhur, mereka menggunakan qiyas sebagai dasar hukum pada hal-hal yang tidak jelas nashnya baik dalam Al Qur’an, hadits, pendapat shahabt maupun ijma ulama.
2.    Mazhab Zhahiriyah dan Syiah Imamiyah, mereka sama sekali tidak menggunakan qiyas. Mazhab Zhahiri tidak mengakui adalanya illat nash dan tidak berusaha mengetahui sasaran dan tujuan nash termasuk menyingkap alasan-alasannya guna menetapkan suatu kepastian hukum yang sesuai dengan illat. Sebaliknya, mereka menetapkan hukum hanya dari teks nash semata.
3.    Kelompok yang lebih memperluas pemakaian qiyas, yang berusaha berbagai hal karena persamaan illat. Bahkan dalam kondisi dan masalah tertentu, kelompok ini menerapkan qiyas sebagai pentakhsih dari keumuman dalil Al Qur’an dan hadits

B.  Kehujjahan Qiyas
Jumhur ulama kaum muslimin sepakat bahwa qiyas merupakan hujjah syar’i dan termasuk sumber hukum yang keempat dari sumber hukum yang lain. Apabila tidak terdapat hukum dalam suatu masalah baik dengan nash ataupun ijma’ dan yang kemudian ditetapkan hukumnya dengan cara analogi dengan persamaan illat maka berlakulah hukum qiyas dan selanjutnya menjadi hukum syar’i.
C.  Dasar Hukum Qiyas
Sebagian besar para ulama fiqh dan para pengikut madzhab yang empat sependapat bahwa qiyas dapat dijadikan salah satu dalil atau dasar hujjah dalam menetapkan hukum dalam ajaran Islam. Hanya mereka berbeda pendapat tentang kadar penggunaan qiyas atau macam-macam qiyas yang boleh digunakan dalam mengistinbathkan hukum, ada yang membatasinya dan ada pula yang tidak membatasinya, namun semua mereka itu barulah melakukan qiyas apabila ada kejadian atau peristiwa tetapi tidak diperoleh satu nashpun yang dapat dijadikan dasar. Hanya sebagian kecil para ulama yang tidak membolehkan pemakaian qiyas sebagai dasar hujjah, diantaranya ialah salah satu cabang Madzhab Dzahiri dan Madzhab Syi’ah.  Mengenai dasar hukum qiyas bagi yang membolehkannya sebagai dasar hujjah, ialah al-Qur’an dan al-Hadits dan perbuatan sahabat yaitu:
Allah SWT berfirman:
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#þqãYtB#uä (#qãèÏÛr& ©!$# (#qãèÏÛr&ur tAqߧ9$# Í<'ré&ur ͐öDF{$# óOä3ZÏB ( bÎ*sù ÷Läêôãt»uZs? Îû &äóÓx« çnrŠãsù n<Î) «!$# ÉAqߧ9$#ur bÎ) ÷LäêYä. tbqãZÏB÷sè? «!$$Î/ ÏQöquø9$#ur ̍ÅzFy$# 4 y7Ï9ºsŒ ׎öyz ß`|¡ômr&ur ¸xƒÍrù's? ÇÎÒÈ  
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan ulil amri kamu, kemudian jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah dan Rasul, jika kamu beriman kepada Allah dan hari akhirat. Yang demikian itu lebih baik (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (QS. An-Nisâ': 59)
Dari ayat di atas dapat diambilah pengertian bahwa Allah SWT memerintahkan kaum muslimin agar menetapkan segala sesuatu berdasarkan al-Qur’an dan al-Hadits. Jika tidak ada dalam al-Qur’an dan al-Hadits hendaklah mengikuti pendapat ulil amri. Jika tidak ada pendapat ulil amri boleh menetapkan hukum dengan mengembalikannya kepada al-Qur’an dan al-Hadits, yaitu dengan menghubungkan atau memperbandingkannya dengan yang terdapat dalam al-Qur’an dan al-Hadits. Dalam hal ini banyak cara yang dapat dilakukan diantaranya dengan melakukan qiyas.


BAB III
PENUTUP

A.  Kesimpulan
Hukum pidana Islam adalah bagian dari hukum Islam, jadi sumber-sumber hukumnya di ambil dari al-Qur’an, as-Sunnah/al-Hadits, Ijma’ da Qiyas. Tapi dalam hukum material Qias masih di perseslisihkan, bahkan ada satu pendapat bahwa Qias tidak di masukkan dalam sumber-sumber hukum Islam.
Al Qur’an adalah sumber hukum pokok daripada sumber-sumber yang lainnya, maka dalam setiap memutuskan perkara haruslah pertama tama berpedoman dulu pada al Qur’an
Isi dalam kandungan al-Qur’an terdiri dari 2 tema pokok:
a.       Bagian yang tetap seperti: datangya kematian, datangnya hari kiamat, ditiupnya sangkakala, kebangkitan surga dan neraka.
b.      Bagian yang bisa berubah seperti: terjadinya fenomena pemanjangan dan pemendekan usia, tetapi bukan penghapusan kematian.
Al-Sunnah/al-Hadits adalah segala sesuatu yang datang dari nabi saw selain al-Qur’an, baik berupa perkataan, perbuatan atau taqrir
Ijma’ merupakan kesepakatan/kebulatan para Mujtahid Islam dalam suatu masa. Setelah wafatnya nabi saw tentang suatu hukum syara’ yang amali.
Secara etimologi qiyas berarti pengukuran sesuatu dengan yang lainnya atau penyamaan sesuatu dengan sejenisnya. Qiyas adalah sumber hukum pidana islam yang masih diperselisihkan keabsahannya namun jumhur ulama menyepakatinya.





DAFTAR PUSTAKA
Abdul Qodir Audah, At Tasyri’ Al Jina’iy Al Islamiy. Beirut; Dar Al Kitabi Al ‘Araby
Zainuddin Ali, 2009 Hukum pidana islam, PT.Sinar Grafika,Jakarta
Ahmad hanafi, 1990 Asas-asa hukum pidana islam, Jakarta: PT.Bulan bintang,
Ahmad Saebandi, 2008, Ilmu Ushul Fiqih, Bandung; Pustaka Setia
Muin Umar, dkk. 1986, Ushul Fiqih 1, Jakarta; Departemen Agama





[1] Abdul Qodir Audah, At Tasyri’ Al Jina’iy Al Islamiy juz ,  (Beirut; Dar Al Kitabi Al ‘Araby), hlm. 67
[2] Zainuddin Ali, Hukum Pidana Islam ( Jakarta; Sinar Grafika, 2009), hlm. 8
[3] Ibid, hlm. 9
[4] Ahmad hanafi, Asas-asa hukum pidana islam, (Jakarta: PT.Bulan bintang,1990) Hlm. 25
[5] Zainuddin Ali, Hukum pidana islam, (PT.Sinar Grafika,Jakarta 2009),hlm. 15
[6] Ahmad Saebandi, Ilmu Ushul Fiqih, (Bandung; Pustaka Setia,2008), Hlm. 172
[7] Muin Umar, dkk. Ushul Fiqih 1, (Jakarta; Departemen Agama, 1986), Hlm. 107